Mungkin ini sebuah kritikan keras terhadap ADI (Akademi Da’wah
Indonesia) Lampung, muncul artikel ini dikarena tugas individu dari dosen
Jurnalistik. Dalam tulisan ini penulis mengunakan metode anasys content, jadi
artikel ini lebih terbuka untuk dikritis oleh pembaca selama kritisi Ilmiyah
menurut penulis itu biasa saja dan sudah banyak terjadi diberbagai media,
tetapi jika kritisinya tidak masuk logika, mohon maaf penulis tidak akan
menerimanya. Penulis berani menulis artikel ini karena penulis adalah salah
satu mahasiswa ADI Lampung yang aktif bahkan masuk kedalam salah satu pengurus
ADI di bidang secretariat, jadi sedikit tidaknya penulis banyak tau tentang
ADI.
Penulis masih bingung memulai dari mana menulis tulisan ini, karena
melihat fakta keseharian seperti ada permainan politik didalam Partainya. Oleh
karena itu penulis memberikan judul “ADI mau di Bawa Kemana”, yang artinya
keadaan ADI sekarang ini berada di dalam keadaan tidak stabil. Bermula dari
pertama menjadi mahasiswa penulis banyak mengambil hikmah tentang dimulai dari
yang pahit sampai yang menyenangkan un ada didalamnya. Saat ini telah tersebar
sebuah kata yang tidak bisa diterima oleh kenyataan, tetapi apa boleh buat kata
itu sudah ada dan belum ada yang membantahnya, kata yang dimaksud adalah ADI
ada karena Free alias Gratis. Kata ini bisa diartikan bermacam-macam
maksud mulai dari karena keluar para mahasiswa tanpa sebab yang jelas dan lagi
dengan diskornya 5 mahasiswa pada beberapa minggu sebelumnya, bisa jadi hal ini
yang menyebabkan keluarnya kata-kata seperti itu.
Gerakkan ADI dikenal dengan gerakkan da’wah ilallah, sebagai tugas
termulia bagi yang mau mengikutinya, yang pasti ADI menginginkan para mahasiswa
yang tangguh dan berintergritas didalamnya. Tetapi telah terjadi kesalahan dari
misi awal dalam merekrut mahasiswa. Bagaimana tidak, ADI merekrut semua
kalangan tanpa memilih dan memilah, sehingga tujuan mahasiswa bisa jadi salah
dari visi dan misi awal penbentukkan. Mahasiswa dari SMA dan sekolah umum lain
tentunya sangat sedikit yang berintergritas, walaupun ada tetapi sangatlah
sedikit, jika hal itu berhasil dibentuk tentunya sangatlah luar biasa hasilnya.
Hal ini tentunya sangat berbeda dengan mahasiswa yang biasa disiplin di pondok pesantren
atau aktifis Majid serta Ormas Islam tentunya tidak diragukan lagi ke
intergritasannya.
Sehingga patokan dan kurikulum ADI bisa dijalankan dengan lancar
tanpa ada hambatan dan paksaan bagi mahasiswa, tetapi kenyataan ADI tidak
seperti itu. ADI lebih banyak merekrut mahasiswa asalnya adalah para
pengannguran, anggota preman dan bebarapa orang yang tergolong lumayan
kenakalannya, dalam hal ini ADI mengambil alasan “jika para mahasiswa yang
kenakalannya bisa diluruskan, akan menghasilkan pahala yang begitu besar dari
Allah
, tetapi sekali lagi penulis bisa mengatakan, ini merupakan sebuah kesalahan
dari visi dan Misi awal yaitu membentuk kader da’i ilallah bukan menyadarkan
para preman. Kesalahan besar yang kedua yaitu
cara menyadarkannya juga tergolong salah dalam metodeloginya.

Mana mungkin bisa disamakan mahasiswa yang sudah lurus dengan
mahasiswa yang masih parah rusaknya, misalnya dalam kasus skorsing 5 mahasiswa
terbukti hilang satu orang mahasiswa karena tidak bisa tahan dengan peratuan
yang ditetapkan. Menurut salah seorang mahasiswa yang tidak mau disebut namanya
mengatakan: sebenarnya dia hampir saja berubah dari kenakalannya, tetapi
berhubung dengan diskornya dia malu dan lebih memilih untuk keluar dari ADI,
padahal dia dari awal dia sudah niat untuk berubah agar tidak merokok lagi dan
berusaha untuk membaca buku-buku keagamaan yang telah banyak dibeli dari
Jakarta paska kunjungan kunjungan ke STID.Muhammad Natsir.
Dari sisi lain, tata cara menasehati mahasiswa tanpa memandang
keadaan dan sikap mahasiswa, tidak bisa disamakan seorang mahasiswa yang tidak
pernah dimarah atau dilecehkan oleh orang lain, disamakan dengan mahasiswa yang
sering di marah-marah, atau bahkan dilecehkan sudah tidak ada apa-apanya bagi
dia lagi, dalam hal ini dia bisa
mengambil pelajaran dari marahnya kita kepada dia. Dalam kejadian sudah di
pastikan 70% akan keluar satu mahasiswa lagi. Terus apa yang akan terjadi
dengan ADI jika mahasiswa yang sudah ada bisa hilang dan bagaimana membuat umpan
untuk memancing mahasiswa lain. Seharusnya jika menginkan mahasiswa yang
berintergritas, ADI lebih memilih mahasiswa asal pondok dan mahasiswa yang
aktifis walaupun harus mencari dan menyeleksinya akan mengeluarkan biaya yang
banyak tetapi hal ini sesuai dengan misi dibandingkan mencari mahasiswa asal-asalan
yang belum tentu bisa diluruskan apa lagi mencapai target yang tinggi. Ditambah
peraturan yang mungkin membosankan bagi kehidupan para mahasiswa, maka langkah
ADI harus memikirkan kembali apa tujuan pendiriannya.
Dari permasalahan diatas penulis berpesan agar mahasiswa dapat
meluruskan kembali niat dan memsesuaikan diri dengan tujuan pendirian ADI dan
bersabar dengan tetap bertawakal kepada Allah
semoga Allah memberikan yang
terbaik kepada kita semua. Penulis juga berpesan kepada ADI untuk kembali
meneliti keadan, situasi dan kondisi mahasiswa serta terus memberi semagat agar
tidak lepas dari hasil yang telah ditangkap, selanjut memperhatikan kembali apa
langkah yang harus diambil agar bisa menciptakan keharmonisan antara mahasiswa
dan ADI, dengan cara memandang beda antara mahasiswa yang sudah lurus dengan
mahasiswa yang masih tegolong belum bisa dikatakan lurus, dengan tetap mengambil
tindakan kehati-hatian terhadap mahasiswa. Mudah-mudahan terbentuk dan mencapai
tujuan apa yang diharapkan baik mahasiswa maupun Akademika dan jangan lupa agar
terus bermuhasabah dan intropeksi diri kita sendiri.

Mohon Maaf atas kelancangan tulisan
ini.
Metro, 29 April 2014
Penulis: aktifis dunia Cyber dan designer Web
Posting Komentar